Mungkin kamu tidak habis pikir kenapa teman kamu masih mau bertahan dalam hubungan percintaannya yang buruk. Kenapa pula teman kamu rela diperlakukan semena-mena oleh pasangannya? Bukannya memutuskan hubungan tersebut, atas nama cinta, teman kamu malah memilih untuk bertahan. Padahal hubungan yang buruk justru dapat menghancurkan dirinya sendiri. Apa sebenarnya yang membuat teman kamu itu sangat sulit untuk move on dari kekasihnya yang jelas-jelas tidak bisa memperlakukannya dengan baik?
Sumber foto: mentalfloss.comKenapa kita selingkuh? Kenapa mayoritas perselingkuhan terjadi pada pasangan yang sebenarnya baik-baik saja? Selama lebih dari 10 tahun pengalamannya sebagai relationship therapist, psikolog dari Belgia Esther Perel mengestimasikan 26-75% pasangan pernah tidak setia pada pasangannya. Perselingkuhan bukan hanya merupakan bentuk pengkhianatan, tetapi juga merupakan ekspresi dari kerinduan dan kehilangan.
sumber foto: mirror.co.ukBanyak pasangan menyalahartikan bosan atau jenuh sebagai tanda sudah tidak cinta lagi. Padahal bosan adalah fase yang wajar dialami oleh setiap pasangan. Tentu saja, seiring berjalannya waktu, perasaan cinta yang dulu berkobar saat PDKT ataupun awal pacaran, perlahan mulai meredup. Praktisi mindfullness Adjie Silarus memberikan cara pandang yang berbeda dalam memahami kebosanan dalam hubungan. Cara pandang ini membuat kita merefleksikan kembali makna bosan dalam sebuah hubungan.
sumber foto: genius.comYou just need some time, after all, time heals all wounds. Kita sering mendengar perkataan tersebut. Tapi apakah itu benar? Saya rasa tidak. Waktu saja tidaklah cukup, kita perlu melakukan sesuatu untuk mengobatinya. Sebagai contoh, ketika kaki kita terluka dan berdarah, kita tidak membiarkan luka itu sembuh sendiri. Tapi kita memberikan antiseptik, pembalut luka, dan menjaga agar kaki kita tidak mengalami benturan. Tapi, apa yang terjadi apabila hati kita yang terluka? Apakah kita juga berusaha mengobatinya? Atau malah terjerat dalam pusaran luka itu sendiri?
Dalam artikel sebelumnya, saya telah membahas bagaimana 36 pertanyaan mampu membuat sukarelawan dari penelitian yang dilakukan oleh psikolog dari Stony Brook University profesor Arthur Aron, jatuh cinta dan menikah 6 bulan setelah penelitian tersebut. Penelitian ini juga sudah dibuktikan oleh seorang penulis dari Amerika Serikat Mandy Len Catron dan berhasil! Prosedurnya sederhana: masing-masing sukarelawan menjawab dengan jujur 36 pertanyaan yang diajukan oleh lawan bicaranya secara bergantian dan diakhiri dengan saling menatap satu sama lain selama empat menit.
Lebih dari 20 tahun yang lalu, psikolog dari Stony Brook University profesor Arthur Aron berhasil membuat dua orang asing jatuh cinta di laboratoriumnya dan menikah enam bulan setelah penelitian tersebut. Profesor Aron meramu 36 pertanyaan yang harus ditanyakan oleh masing-masing sukarelawan dan diakhiri dengan saling menatap satu sama lain selama empat menit. Seorang penulis dari Amerika Serikat Mandy Len Catron telah mencobanya dan berhasil! Dalam presentasinya di TED Talk, Mandy bercerita bagaimana 36 pertanyaan itu mampu membuat dirinya dan pasangannya jatuh cinta satu sama lain.
Sumber foto: tinybuddha.comPerpisahan dalam suatu hubungan percintaan memang berat. Kita pun tak pernah menyangka ‘dia’ datang begitu cepat. Tapi, cara kita menghadapi perpisahan, menentukan alur hidup kita ke depannya. Pada posting-an kali ini, saya ingin bercerita mengenai sebuah ‘keajaiban’ yang dialami oleh sahabat saya, Lucy (nama samaran). Perpisahan dengan kekasihnya, membawa Lucy pada kemungkinan-kemungkinan yang tak terbatas. Disclaimer: sebelum membaca lebih jauh, saya ingin mengingatkan bahwa tulisan ini tidak bermaksud agar kamu segera berpisah dengan pasangan kamu. Selama kamu memiliki hubungan yang sehat, jagalah dengan baik hubungan tersebut. Lanjutkan membaca Perpisahan dan Kemungkinan tak Terbatas→
Sebagai manusia, kita semua pandai membuat hidup menjadi lebih rumit. Secara tak sadar, seringkali kita membuat ekspektasi yang entah bisa dipenuhi atau tidak oleh pasangan kita. Selain cinta dan komitmen, pengelolaan ekspektasi sangat menentukan apakah hubungan itu bisa bertahan atau tidak. Itulah yang membuat kita sering mendengar kalimat,”Love is just not enough.” Perlu disadari, akar dari kegagalan sebuah hubungan adalah ketidakpuasan dan kekecewaan. Ketika ekspektasi tak seindah realita, kamu punya dua pilihan: memutuskan atau menerima.
“Sejak awal, mereka (pasangan yang menjalani beda agama) sadar mereka membawa keyakinan berbeda yang sudah melekat sejak lahir dan dihayati sampai kelak saat hidup akan berhenti. Tapi sebagaimana layaknya manusia yang tengah dimabuk asmara, tantangan yang sudah jelas di depan mata pun dianggap seolah tak ada. Semua jalan seolah nampak lurus dan mulus untuk mereka lalui berdua. Waktu berjalan tanpa terasa dan mereka berdua hanya bisa berharap untuk segera mendapat jalan terbaik demi kelanggengan hubungan mereka.” dikutip dari novel Jodoh Terakhir karya Netty Virgiantini tahun 2010, halaman 31.