Kita terbiasa untuk terlalu yakin ketika mengambil keputusan. Tanpa sadar, ternyata kita membuat keputusan yang salah. Dengan latar belakang sebagai peraih penghargaan nobel, Daniel Kahneman akan membantu kita untuk membuat keputusan yang lebih tepat dengan memahami cara kerja otak dalam mengambil keputusan.
Kali ini saya akan membahas buku: Thinking, Fast and Slow karya Daniel Kahneman. Di buku ini, Kahneman menjelaskan bagaimana cara kerja otak yang secara terus menerus mengatur perilaku kita. Selain itu, Kahneman juga menjelaskan beberapa bias kognitif yang mempengaruhi kita dalam membuat keputusan yang salah.
Kahneman memulai buku ini dengan penjelasan tentang:

Dua Sistem, Satu Otak
Kahneman menjelaskan di otak kita terdapat dua sistem: Sistem 1 dan Sistem 2. Sistem 1 (Pikiran Cepat).
Di Sistem 1, semua keputusan terjadi sangat cepat, intuitif, naluriah, hampir seperti otomatis. Seperti contoh: 2+2 berapa? Siapa nama ibu kandungmu?
Sedangkan di Sistem 2 (Pikiran Lambat), rasional dan penuh perhitungan. Kita menggunakan Sistem 2 saat melakukan analisa, problem solving, dan memecahkan hal-hal yang rumit. Sebagai contoh, saat kita sedang parkir di tempat yang sempit. Tapi kelemahannya, Sistem 2 bukan hanya lambat tapi juga “pemalas”. Hal ini terjadi karena penggunaan Sistem 2 membuat otak kita menguras banyak energi.
Setiap harinya, ada 35 ribu jenis keputusan yang kita ambil. Hampir semua keputusan itu kita buat berdasarkan Sistem 1. Apabila ada masalah muncul, Sistem 1 akan memberikan informasi kepada Sistem 2 kemudian Sistem 2 akan berusaha memecahkannya. Masalah muncul saat kita memutuskan hal yang penting dengan sistem 1.
Kahneman juga menjelaskan ada beberapa bias kognitif yang mempengaruhi kita dalam mengambil keputusan:

Bias Jangkar atau dikenal dengan Anchoring Bias
Secara definitif, Bias Jangkar adalah kecenderungan orang untuk berpegang teguh pada informasi yang pertama kali mereka dapatkan, tidak peduli benar atau salah.
Sebagai contoh, kalau kita belanja baju, pasti di label harganya ada tulisan berapa besar diskonnya dan harga awalnya. Harga awalnya merupakan bias jangkar dan digunakan oleh penjual baju untuk membuat kita merasa untung karena kita mendapat harga yang murah.

Loss Aversion
Loss Aversion adalah konsep perilaku ekonomi yang menjelaskan kalau mayoritas orang menghindari kerugian karena rasa sakit kehilangan lebih besar daripada potensi keuntungan di masa depan. Sebagai contoh: kita akan lebih kesal kehilangan uang 10 juta dibandingkan rasa senang ketika dapet uang 10 juta. Kahneman bilang kalau rasa sakit itu dua kali lebih besar daripada rasa senang.
Contoh lain, ketika kita lagi belanja online, kemudian ada tulisan “sisa satu produk lagi”, pasti kita akan buru-buru membelinya karena kita takut kehilangan kesempatan untuk membeli produk tersebut.

Framing Effect
Framing Effect adalah cara kita membingkai informasi baik dengan cara negatif atau positif. Sebagai contoh: Kamu sedang sakit parah dan harus dioperasi. Lalu, dokter menyampaikan kemungkinan keberhasilan dari operasi tersebut dengan cara yang berbeda.
- Operasi ini akan 80% berhasil
- Kemungkinan 20% operasi ini akan gagal
Setelah mendengarkan pernyataan dari dokter, kemudian kamu diminta untuk mengambil keputusan, apakah kamu akan operasi atau tidak? Walaupun dalam hal statistik, dua hal tersebut sama, namun, banyak orang akan lebih memilih untuk operasi apabila diberikan pernyataan nomor 1, karena disampaikan dengan cara yang positif.
Bias kognitif bisa terjadi pada siapa saja, bahkan ke orang paling pintar sekalipun. Oleh karena itu, jangan hanya bergantung pada intuisi. Tentu saja, intuisi adalah hal yang baik, tapi harus diseimbangkan dengan logika dan pemikiran yang rasional.
Untuk versi animasinya, bisa dilihat di: