Untuk memahami kenapa kedua kasus itu mendapatkan perlakukan berbeda, kita harus memahami konsep people power terlebih dahulu. People power merupakan kekuatan kolektif yang mampu menyatukan banyak orang dan dibangun atas dasar tujuan yang sama. Seiring pertumbuhan demokrasi, pengaruh people power pun semakin besar bahkan mampu menandingi kekuatan dari Pemerintah atau pengusaha. Tentu saja untuk meraih dukungan tersebut, masyarakat membutuhkan alasan yang kuat kenapa mereka harus bersatu untuk memperjuangkan suatu hal yang mereka anggap baik.
1. Asas manfaat lebih besar daripada mudarat
Kehadiran transportasi pelat hitam berbasis Internet dan Metromini, keduanya memang sama-sama memberikan kemudahan transportasi bagi masyarakat. Namun, perbedaannya adalah berapa besar manfaat yang didapat daripada mudaratnya. Untuk kasus Go-Jek CS, jarang sekali kita dengar pengemudi transportasi tersebut arogan, membahayakan keselamatan penumpang, dan mengganggu lalu lintas dengan berhenti di sembarang tempat.
Beda halnya dengan Metromini, sudah sering kita dengar kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan tersebut, bahkan dalam beberapa kasus banyak yang meninggal. Pengemudi Metromini juga dipersepsikan sebagai pengemudi yang arogan, berhenti di sembarang tempat, dan suka membahayakan keselamatan penumpang. Dilihat dari segi manfaat, Go-Jek tentu saja menawarkan banyak manfaat daripada mudarat dibandingkan dengan Metromini, sehingga dukungan masyarakat pun mengalir deras kepada hal-hal yang memang memberikan manfaat lebih bagi mereka.
Building a good reputation will never be a waste, because it will take care of you during dark times.
2. Citra positif perusahaan
Citra, baik positif maupun negatif, memang sulit untuk diukur sehingga keberadaannya cenderung diabaikan oleh korporasi. Apalagi muncul pertanyaan di tataran manajemen, apakah citra positif bisa menambah omzet? Apabila iya, berapa besar sumbangsihnya untuk pertumbuhan omzet? Mungkin dampak citra positif terhadap pertumbuhan omzet tidak bisa diukur secara gamblang, namun berkaca pada kasus Go-Jek CS dan Metromini, hanya citra positif yang mampu menyelamatkan bisnis ketika terjadi masalah.
Saya pribadi menyukai cara Go-Jek membangun citra positif dan customer engagement. Untuk membangun citra positif memang tidak bisa dilakukan dalam semalam, tapi harus dilakukan secara konsisten. Melalui cerita-cerita humanis di media sosial, Go-Jek berusaha mendekatkan diri dengan para pelanggannya. Contohnya, melalui cerita #5Minuteswithourdriver, Go-Jek menciptakan kedekatan antara pengemudi dan pelanggan. Pelanggan pun akhirnya memiliki ikatan emosional dengan pengemudi, dan ikatan itulah yang akhirnya menciptakan hubungan yang kuat antara pelanggan dan Go-Jek.
Sedangkan di kasus Metromini, saya tidak menemukan adanya interaksi antara perusahaan dengan pelanggan. Mungkin ini disebabkan oleh manajemen Metromini yang terdiri dari beberapa pihak sehingga sulit untuk melakukan pengintegrasian strategi komunikasi yang efektif untuk mengambil hati pelanggan. Sehingga, masyarakat pun akhirnya antipati dengan keberadaan Metromini.
A good reputation is more valuable than money – Publilius Syrus.
Menarik sekali mas Michael Bliss menyoroti permasalahan pembedaan perlakuan antara Go-Jek dan Metromini dari sudut pandang opini publik dan reputasi perusahaan dengan ulasan yang menurut saya ciamik dan saya tidak bisa bilang tidak terhadap opini mas Michael. Betul sekali, apa yang dilakukan oleh Go-Jek dan perusahaan sejenisnya mencerminkan pengelolaan yang modern dengan aktivitas komunikasi yang sudah sangat baik.
Sebaliknya Metromini mencerminkan pengelolaan yang buruk dan keengganan untuk berubah menjadi lebih baik. Sehingga pada akhirnya reputasi yang buruk ikut mendorong Metromini tidak mendapatkan simpati yang cukup dari masyarakat.
Well analyzed, well written…
SukaSuka
Terima kasih banyak apresiasinya, mas! 🙂
SukaSuka